“Mengelola
Perubahan Iklim Untuk Penyelamatan Lingkungan Hidup”
Oleh: Veri Yulianto
(Mahasiswa
Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Jurusan Ilmu Kelautan Program Studi
Oseanografi Universitas Diponegoro Semarang)
Perubahan
iklim akibat pemanasan global (global
warming) sudah menjadi isu yang merisaukan sejak pengujung abad ke-20.
Tidak dapat diragukan kembali bahwa penyebab pemanasan global adalah akibat
dari akumulasi gas rumah kaca yang sebagian besar dihasilkan oleh industri,
transportasi, kebakaran hutan, dan ulah kegiatan manusia di bumi. Saya sebagai
mahasiswa di bidang kelautan membahas bahwa perubahan iklim mengakibatkan
perubahan fisik lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dampaknya
antara lain akan mengakibatkan intrusi air laut ke darat, , kekeringan,
genangan di lahan rendah, gelombang pasang, banjir dan erosi pantai dimana akan
mengimbas ke segala sektor kehidupan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
dan tentunya akan berpengaruh pada sektor lingkungan hidup nantinya. Perubahan
fisik lingkungan tersebut berdampak pada morfologi pantai, ekosistem pantai,
pemukiman, pariwisata, perikanan, pertanian, sumber daya air yang kemudian
berpengaruh pada ketahanan pangan di suatu wilayah yang terkena dampak paling
besar pada perubahan iklim.
Tidak
seperti bencana tsunami atau bencana gempa bumi dan banjir yang dampaknya besar
namun hanya bersifat sementara, tetapi perubahan iklim dampaknya sangat lamban
namun bersifat permanen, sehingga kita sulit membayangkan bagaimana nasib bumi pada
masa mendatang. Kita ambil contoh kecil yaitu Negara Indonesia, Negara ini
memiliki ribuan pulau-pulau kecil, namun dikarenakan adanya dampak perubahan
iklim yaitu suhu udara rata-rata di muka
bumi mengalami kenaikan yang drastis sehingga paras muka laut naik, maka
pulau-pulau di Indonesia akan terancam tenggelam, walaupun tidak cepat, namun
hal itu akan terjadi dan bersifat permanen apabila tidak segera dicari
solusinya. Salah satu hal yang dapat dilakukan dan yang paling efektif adalah
dengan melakukan mitigasi perubahan iklim, mengapa mitigasi? karena dengan
mitigasi kita dapat menekan sekecil mungkin dampak dari perubahan iklim yang
semakin lama akan mencapai suatu titik dimana sangat berbahaya pada lingkungan
hidup. Selain itu kita harus mencegah, karena mencegah lebih baik daripada
mengobati suatu keadaan yang sudah
memburuk. Namun untuk melakukan itu semua tidak
mudah, seperti kita ketahui bahwa harus adanya kesadaran dari setiap
individu untuk mengelola dan menyiasati perubahan iklim yang terjadi pada saat
ini sebagai bentuk penyelamatan dari lingkungan hidup.
Gerakan
untuk mengelola perubahan iklim agar tidak bertambah parah dapat dimulai dari
sekarang. Contoh kecilnya yaitu menanam pohon sebagai langkah untuk
menghijaukan kota. Emisi gas karbon dioksida (Co2) di atmosfer akan berkurang
karena diserap tumbuhan melalui proses fotosintesis, dan dampaknya, hasil
sampingan dari fotosintesis itu mengeluarkan oksigen (O2)
yang sangat dibutuhkan oleh manusia, jadi semakin banyak tumbuhan, maka makin
banyak pula emisi Co2 yang terserap. Dengan begitu, Co2 yang dihasilkan dari
asap kendaraan bermotor dan industry pabrik pun dapat berkurang. Sehingga
penumpukan Co2 dapat ditekan sekecil mungkin.
Cara
yang lainnya yaitu dengan bersepeda menuju tempat kerja, cara ini sangat
efektif untuk menekan gas karbon monoksida (Co2). Kita dapat mengambil contoh
yaitu pada Negara Jepang, di Negara tersebut lalu lintas tidak begitu padat,
selain itu di sudut-sudut kota banyak dijumpai pohon-pohon rindang dan jalur khusus
untuk sepeda dan pejalan kaki. Hal inilah yang membuat udara kota tetap segar
untuk dihirup. Jika saja pemerintah Indonesia, khususnya Jakarta mau mengikuti seperti Negara Jepang, maka
tidak menutup kemungkinan akan mengubah perilaku masyarakat yang tadinya
berangkat kerja menggunakan kendaraan bermotor beralih menggunakan sepeda.
Indonesia
memang Negara yang sedang berkembang, salah satu kotanya yaitu Jakarta yang
setiap hari ramai di lewati oleh semua orang dari segala tingkat golongan, namun
tak dapat dipungkiri lagi bahwa Jakarta bukanlah kota yang indah lagi. Mengapa?
Bisa dibayangkan setiap hari berapa juta partikel CO yang dikeluarkan oleh
kendaraan bermotor yang terjebak kemacetan dalam satu hari? Lalu kita
akumulasikan dalam minggu, bulan bahkan tahun. Kemacetan lalu lintas di Jakarta
memang menjadi persoalan transportasi di perkotaan yang belum terpecahkan
sampai saat ini. Perkembangan armada bus dan KRL tampaknya belum mampu
mengatasi persoalan, namun bila kita berfikir bahwa seharusnya kita tidak perlu
boros dalam menggunakan kendaraan pribadi, sebagai contoh dalam satu keluarga
ada 3 kendaraan yang dipakai untuk kegiatan aktivitas mereka setiap harinya,
seharusnya untuk menekan dan mengerem laju perubahan iklim bisa saja kita tidak
perlu membawa kendaraan untuk beraktivitas, dengan cara menumpang atau nebeng
dengan teman atau kerabat kita, tanpa terasa kita telah menekan dampak dari
perubahan iklim yaitu, kita dapat mengurangi gas buang yang ditimbulkan
kendaraan kita setiap harinya, kita dapat menghemat bahan bakar minyak, kita
dapat mengurangi tingkat kemacetan setiap harinya, dan masih banyak lagi hal
positif yang dapat kita ambil dengan menggunakan cara tersebut.
Berbagai
upaya telah ditempuh untuk mengerem laju perubahan iklim untuk penyelamatan
lingkungan hidup, namun melihat dari kecenderungan gaya hidup manusia masa kini
yang pola hidupnya mudah berubah-ubah akan dirasa sangat sulit menghentikan
laju perubahan iklim, karena semakin manusia konsumtif maka akan malah
mempercepat perubahan iklim. Solusinya kita harus melakukan upaya mitigasi,
mitigasi dengan cara apa? Mitigasi dengan beberapa sektor, misalnya dalam
bidang kelautan., kita harus menggunakan energi kelautan yang ramah lingkungan,
misalnya saja energi pasang surut, kita ketahui bahwa energi ini tak akan
pernah habis sepanjang bumi masih berputar, pasang surut merupakan fenomena
perubahan paras muka air laut yang di sebabkan gaya gravitasi (gaya tarik)
bulan dan matahari serta gerakan revolusi bumi. Menurut para ahli kelautan,
sekitar 100 lokasi di dunia berpotensi menjadi pembangkut energi pasut dengan
kapasitas mencapai 3.206 Mw, namun hanya sedikit yang menggunakan potensi
tersebut, kita lihat Negara perancis yang mampu menghasilkan energi sebesar 240
megawatt dari energi pasang surut. Apabila Indonesia yang diyakini sebagai
Negara kepulauan, yang memiliki banyak daerah pesisir yang luas maka
permasalahan tentang krisis energi akan tertangani, karena kita mempunyai
banyak selat dan teluk di antara 17.480 pulau yang berpotensi menghasilkan
energi dari pasang surut.
Energi
berikutnya yaitu energi panas laut, energi ini dapat dipakai dalam pemenuhan
kebutuhan energi listrik di Indonesia. Karena potensi energi panas laut di
Indonesia tergolong baik, dikarenakan Indonesia merupakan Negara tropis dan
terletak di garis khatulistiwa yang mempunyai suhu permukaan laut berkisar
23-30 derajat celcius. Energi yang dihasilkan dari panas laut dapat
menghasilkan daya sebesar 240.000 Mw, jika efisiensi konversi panas laut
sebesar 3%, sedangakan sistem yang dapat mengubah energi panas laut menjadi
energi listrik yaitu Ocean Thermal Energi Conversion (OTEC). Laut Indonesia
tergolong baik untuk memanfaatkan energi ini dikarenakan Indonesia memiliki
lebih dari 16 lokasi yang dapat di kembangkan untuk OTEC.
Energi
kelautan yang dapat dimanfaatkan untuk mengelola perubahan iklim lainnya yaitu
energi gelombang. Energi ini dapat menghasilkan energi listrik tergantung
dengan besar kecilnya, tinggi, panjang,dan periode gelombang. Teknologi energi
gelombang ini umumnya berupa bangunan di pantai yang menggerakan sebuah system
dan system tersebut menghasilkan tenaga listrik. Energi listrik yang dihasilkan
oleh gelombang lumayan besar yaitu sekitar 65 Mw per mil pantai,dengan asumsi 1
Mw dapat digunakan sekitar 2000 rumah. Hasil penelitian menunjukan bahwa
apabila gelombang setinggi 1 meter dan mempunyai periode sekitar 9 detik akan
menghasilkan daya sebesar 4,3 Kw per m panjang ombak. Indonesia dapat
mengembangkan energi gelombang yang dapat digunakan di selatan pulau Jawa dan
Sumatera yang kita tahu tempat tersebut memiliki gelombang yang besar, dimana
ketinggian gelombang tersebut dapat mencapai 2 m. Memanfaatkan energi gelombang
merupakan langkah alternatif dalam menangani perubahan iklim.
Energi
kelautan berikutnya yang dapat dimanfaatkan yaitu energi arus. Energi ini
memanfaatkan arus yang kemudian diubah menjadi energi listrik. Kecepatan arus
2-2,5 m per detik dapat menghasilkan daya sebesar 80-90 MW. Di Indonesia banyak
sekali potensi kecepatan arusnya yang melebihi 2,5 m per detik, yang apabila di
kembangkan akan menjadikan solusi energi alternatif. Berbeda dengan energi
surya yang dapat dimanfaatkan dimana saja, energi ini dengan menggunakan energi surya dapat
menghasilkan daya sebesar 4,8 kWh/m2/hari. Energi angin juga dapat
digunakan sebagai energi alternatif lainnya dalam menangani perubahan iklim,
energi angin sudah banyak digunakan di beberapa Negara seperti Belanda, Rusia,
Kanada dan Amerika. Angin yang berhembus dapat memutar kincir angin dan dapat
menghasilkan energi setara dengan 450 Gigawatt. Di Indonesia, kecepatan angin rata-rata
berkisar antara 2 sampai 6m / detik. Dengan asumsi 3m / detik mampu
menghasilkan listrik sebesar 100Kw, maka dapat dikatakan bahwa Indonesia
berpotensi dalam mengembangkan energi angin yang dapat dimanfaatkan untuk
wilayah pesisir dan industri.
Energi-energi
tersebut merupakan solusi yang dapat membantu pengurangi dampak perubahan
iklim, apabila energi-energi tersebut di gunakan di seluruh dunia, ,maka dpat
dikatakan dampak perubahan iklim yang sangat berbahaya dapat dikurangi bahkan
distop. Selain melakukan berbagai energi alternatif, upaya mitigasi yang lain
untuk meredam perubahan iklim yaitu dengan menanam mangrove di kawasan pesisir,
karena mangrove berguna untuk menyerap Co2, melindungi pantai dan menyangga
ekosistem disekitarnya, melestarikan keanekaragaman hayati, melindungi sektor
perikanan, ekowisata, menyerap limbah dan melindungi pantai.
Dengan
cara-cara tersebut maka kita dapat berlaku mandiri dalam mengelola perubahan
iklim dan memanfaatkan energi-energi alternatif untuk mengurangi dan mencegah
dampak dari perubahan iklim yang berbahaya bagi lingkungan hidup. Semoga saja
di tahun mendatang dan di masa-masa yang akan datang tidak ada lagi global warming dan juga
meningkatnya kesadaran manusia dalam mengelola dan menyiasati perubahan iklim
untuk lebih menyelamatkan lingkungan, khususnya lingkungan hidup agar tidak
berdampak lebih parah di masa-masa yang akan datang.
No comments:
Post a Comment