Friday, October 12, 2012

Mengelola Perubahan Iklim Untuk Penyelamatan Lingkungan Hidup

“Mengelola Perubahan Iklim Untuk Penyelamatan Lingkungan Hidup”
Oleh: Veri Yulianto
(Mahasiswa Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Jurusan Ilmu Kelautan Program Studi Oseanografi Universitas Diponegoro Semarang)

Perubahan iklim akibat pemanasan global (global warming) sudah menjadi isu yang merisaukan sejak pengujung abad ke-20. Tidak dapat diragukan kembali bahwa penyebab pemanasan global adalah akibat dari akumulasi gas rumah kaca yang sebagian besar dihasilkan oleh industri, transportasi, kebakaran hutan, dan ulah kegiatan manusia di bumi. Saya sebagai mahasiswa di bidang kelautan membahas bahwa perubahan iklim mengakibatkan perubahan fisik lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dampaknya antara lain akan mengakibatkan intrusi air laut ke darat, , kekeringan, genangan di lahan rendah, gelombang pasang, banjir dan erosi pantai dimana akan mengimbas ke segala sektor kehidupan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan tentunya akan berpengaruh pada sektor lingkungan hidup nantinya. Perubahan fisik lingkungan tersebut berdampak pada morfologi pantai, ekosistem pantai, pemukiman, pariwisata, perikanan, pertanian, sumber daya air yang kemudian berpengaruh pada ketahanan pangan di suatu wilayah yang terkena dampak paling besar pada perubahan iklim.
Tidak seperti bencana tsunami atau bencana gempa bumi dan banjir yang dampaknya besar namun hanya bersifat sementara, tetapi perubahan iklim dampaknya sangat lamban namun bersifat permanen, sehingga kita sulit membayangkan bagaimana nasib bumi pada masa mendatang. Kita ambil contoh kecil yaitu Negara Indonesia, Negara ini memiliki ribuan pulau-pulau kecil, namun dikarenakan adanya dampak perubahan iklim yaitu  suhu udara rata-rata di muka bumi mengalami kenaikan yang drastis sehingga paras muka laut naik, maka pulau-pulau di Indonesia akan terancam tenggelam, walaupun tidak cepat, namun hal itu akan terjadi dan bersifat permanen apabila tidak segera dicari solusinya. Salah satu hal yang dapat dilakukan dan yang paling efektif adalah dengan melakukan mitigasi perubahan iklim, mengapa mitigasi? karena dengan mitigasi kita dapat menekan sekecil mungkin dampak dari perubahan iklim yang semakin lama akan mencapai suatu titik dimana sangat berbahaya pada lingkungan hidup. Selain itu kita harus mencegah, karena mencegah lebih baik daripada mengobati suatu keadaan  yang sudah memburuk. Namun untuk melakukan itu semua tidak  mudah, seperti kita ketahui bahwa harus adanya kesadaran dari setiap individu untuk mengelola dan menyiasati perubahan iklim yang terjadi pada saat ini sebagai bentuk penyelamatan dari lingkungan hidup.
Gerakan untuk mengelola perubahan iklim agar tidak bertambah parah dapat dimulai dari sekarang. Contoh kecilnya yaitu menanam pohon sebagai langkah untuk menghijaukan kota. Emisi gas karbon dioksida (Co2) di atmosfer akan berkurang karena diserap tumbuhan melalui proses fotosintesis, dan dampaknya, hasil sampingan dari fotosintesis itu mengeluarkan oksigen (O2) yang sangat dibutuhkan oleh manusia, jadi semakin banyak tumbuhan, maka makin banyak pula emisi Co2 yang terserap. Dengan begitu, Co2 yang dihasilkan dari asap kendaraan bermotor dan industry pabrik pun dapat berkurang. Sehingga penumpukan Co2 dapat ditekan sekecil mungkin.
Cara yang lainnya yaitu dengan bersepeda menuju tempat kerja, cara ini sangat efektif untuk menekan gas karbon monoksida (Co2). Kita dapat mengambil contoh yaitu pada Negara Jepang, di Negara tersebut lalu lintas tidak begitu padat, selain itu di sudut-sudut kota banyak dijumpai pohon-pohon rindang dan jalur khusus untuk sepeda dan pejalan kaki. Hal inilah yang membuat udara kota tetap segar untuk dihirup. Jika saja pemerintah Indonesia, khususnya Jakarta  mau mengikuti seperti Negara Jepang, maka tidak menutup kemungkinan akan mengubah perilaku masyarakat yang tadinya berangkat kerja menggunakan kendaraan bermotor beralih menggunakan sepeda.
Indonesia memang Negara yang sedang berkembang, salah satu kotanya yaitu Jakarta yang setiap hari ramai di lewati oleh semua orang dari segala tingkat golongan, namun tak dapat dipungkiri lagi bahwa Jakarta bukanlah kota yang indah lagi. Mengapa? Bisa dibayangkan setiap hari berapa juta partikel CO yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor yang terjebak kemacetan dalam satu hari? Lalu kita akumulasikan dalam minggu, bulan bahkan tahun. Kemacetan lalu lintas di Jakarta memang menjadi persoalan transportasi di perkotaan yang belum terpecahkan sampai saat ini. Perkembangan armada bus dan KRL tampaknya belum mampu mengatasi persoalan, namun bila kita berfikir bahwa seharusnya kita tidak perlu boros dalam menggunakan kendaraan pribadi, sebagai contoh dalam satu keluarga ada 3 kendaraan yang dipakai untuk kegiatan aktivitas mereka setiap harinya, seharusnya untuk menekan dan mengerem laju perubahan iklim bisa saja kita tidak perlu membawa kendaraan untuk beraktivitas, dengan cara menumpang atau nebeng dengan teman atau kerabat kita, tanpa terasa kita telah menekan dampak dari perubahan iklim yaitu, kita dapat mengurangi gas buang yang ditimbulkan kendaraan kita setiap harinya, kita dapat menghemat bahan bakar minyak, kita dapat mengurangi tingkat kemacetan setiap harinya, dan masih banyak lagi hal positif yang dapat kita ambil dengan menggunakan cara tersebut.
Berbagai upaya telah ditempuh untuk mengerem laju perubahan iklim untuk penyelamatan lingkungan hidup, namun melihat dari kecenderungan gaya hidup manusia masa kini yang pola hidupnya mudah berubah-ubah akan dirasa sangat sulit menghentikan laju perubahan iklim, karena semakin manusia konsumtif maka akan malah mempercepat perubahan iklim. Solusinya kita harus melakukan upaya mitigasi, mitigasi dengan cara apa? Mitigasi dengan beberapa sektor, misalnya dalam bidang kelautan., kita harus menggunakan energi kelautan yang ramah lingkungan, misalnya saja energi pasang surut, kita ketahui bahwa energi ini tak akan pernah habis sepanjang bumi masih berputar, pasang surut merupakan fenomena perubahan paras muka air laut yang di sebabkan gaya gravitasi (gaya tarik) bulan dan matahari serta gerakan revolusi bumi. Menurut para ahli kelautan, sekitar 100 lokasi di dunia berpotensi menjadi pembangkut energi pasut dengan kapasitas mencapai 3.206 Mw, namun hanya sedikit yang menggunakan potensi tersebut, kita lihat Negara perancis yang mampu menghasilkan energi sebesar 240 megawatt dari energi pasang surut. Apabila Indonesia yang diyakini sebagai Negara kepulauan, yang memiliki banyak daerah pesisir yang luas maka permasalahan tentang krisis energi akan tertangani, karena kita mempunyai banyak selat dan teluk di antara 17.480 pulau yang berpotensi menghasilkan energi dari pasang surut.
Energi berikutnya yaitu energi panas laut, energi ini dapat dipakai dalam pemenuhan kebutuhan energi listrik di Indonesia. Karena potensi energi panas laut di Indonesia tergolong baik, dikarenakan Indonesia merupakan Negara tropis dan terletak di garis khatulistiwa yang mempunyai suhu permukaan laut berkisar 23-30 derajat celcius. Energi yang dihasilkan dari panas laut dapat menghasilkan daya sebesar 240.000 Mw, jika efisiensi konversi panas laut sebesar 3%, sedangakan sistem yang dapat mengubah energi panas laut menjadi energi listrik yaitu Ocean Thermal Energi Conversion (OTEC). Laut Indonesia tergolong baik untuk memanfaatkan energi ini dikarenakan Indonesia memiliki lebih dari 16 lokasi yang dapat di kembangkan untuk OTEC.
Energi kelautan yang dapat dimanfaatkan untuk mengelola perubahan iklim lainnya yaitu energi gelombang. Energi ini dapat menghasilkan energi listrik tergantung dengan besar kecilnya, tinggi, panjang,dan periode gelombang. Teknologi energi gelombang ini umumnya berupa bangunan di pantai yang menggerakan sebuah system dan system tersebut menghasilkan tenaga listrik. Energi listrik yang dihasilkan oleh gelombang lumayan besar yaitu sekitar 65 Mw per mil pantai,dengan asumsi 1 Mw dapat digunakan sekitar 2000 rumah. Hasil penelitian menunjukan bahwa apabila gelombang setinggi 1 meter dan mempunyai periode sekitar 9 detik akan menghasilkan daya sebesar 4,3 Kw per m panjang ombak. Indonesia dapat mengembangkan energi gelombang yang dapat digunakan di selatan pulau Jawa dan Sumatera yang kita tahu tempat tersebut memiliki gelombang yang besar, dimana ketinggian gelombang tersebut dapat mencapai 2 m. Memanfaatkan energi gelombang merupakan langkah alternatif dalam menangani perubahan iklim.
Energi kelautan berikutnya yang dapat dimanfaatkan yaitu energi arus. Energi ini memanfaatkan arus yang kemudian diubah menjadi energi listrik. Kecepatan arus 2-2,5 m per detik dapat menghasilkan daya sebesar 80-90 MW. Di Indonesia banyak sekali potensi kecepatan arusnya yang melebihi 2,5 m per detik, yang apabila di kembangkan akan menjadikan solusi energi alternatif. Berbeda dengan energi surya yang dapat dimanfaatkan dimana saja, energi ini  dengan menggunakan energi surya dapat menghasilkan daya sebesar 4,8 kWh/m2/hari. Energi angin juga dapat digunakan sebagai energi alternatif lainnya dalam menangani perubahan iklim, energi angin sudah banyak digunakan di beberapa Negara seperti Belanda, Rusia, Kanada dan Amerika. Angin yang berhembus dapat memutar kincir angin dan dapat menghasilkan energi setara dengan 450 Gigawatt. Di Indonesia, kecepatan angin rata-rata berkisar antara 2 sampai 6m / detik. Dengan asumsi 3m / detik mampu menghasilkan listrik sebesar 100Kw, maka dapat dikatakan bahwa Indonesia berpotensi dalam mengembangkan energi angin yang dapat dimanfaatkan untuk wilayah pesisir dan industri.
Energi-energi tersebut merupakan solusi yang dapat membantu pengurangi dampak perubahan iklim, apabila energi-energi tersebut di gunakan di seluruh dunia, ,maka dpat dikatakan dampak perubahan iklim yang sangat berbahaya dapat dikurangi bahkan distop. Selain melakukan berbagai energi alternatif, upaya mitigasi yang lain untuk meredam perubahan iklim yaitu dengan menanam mangrove di kawasan pesisir, karena mangrove berguna untuk menyerap Co2, melindungi pantai dan menyangga ekosistem disekitarnya, melestarikan keanekaragaman hayati, melindungi sektor perikanan, ekowisata, menyerap limbah dan melindungi pantai.
Dengan cara-cara tersebut maka kita dapat berlaku mandiri dalam mengelola perubahan iklim dan memanfaatkan energi-energi alternatif untuk mengurangi dan mencegah dampak dari perubahan iklim yang berbahaya bagi lingkungan hidup. Semoga saja di tahun mendatang dan di masa-masa yang akan datang  tidak ada lagi global warming dan juga meningkatnya kesadaran manusia dalam mengelola dan menyiasati perubahan iklim untuk lebih menyelamatkan lingkungan, khususnya lingkungan hidup agar tidak berdampak lebih parah di masa-masa yang akan datang.

No comments:

Post a Comment